Rumah
- rahmafachrunisa
- Apr 28, 2022
- 2 min read
“Rumah itu apa, sih?” tanyaku, sambil memandangi wajah mungilnya yang begitu polos. Ia sedang asyik memainkan boneka bayi di pangkuannya.
“Ngg ... rumah itu ... tempat pulang.” jawabnya penuh semangat, dengan jawaban yang begitu manis dan menenangkan.
***
Hai, Dek.
Aku begitu terpesona dengan caramu menjawab pertanyaanku. Jawabanmu begitu murni, namun bukan naif. Sebagai orang yang -semestinya- lebih dewasa -dan tua-, seketika aku tersenyum kala mendengar suaramu. Aku melihat perspektifmu di antara perspektif-perspektif lain yang akhir-akhir ini kusaksikan, dan perspektifmu sungguhlah manis. Tidak ada kemarahan, dendam, keputusasaan, kesedihan, kekecewaan, lelah, kesal, maupun kondisi hati yang sakit lainnya di balik jawabanmu. Hatimu sungguhlah bersih dan murni. Dan kondisi itu membuatku tergugah sekaligus terpana, bahwasanya ada perspektif yang lebih tulus dan murni untuk melihat kehidupan ini.
Dek, aku tahu bahwa usiamu masih belia. Kau mungkin belum menghadapi berbagai konflik dan permasalahan yang seringkali ditemukan di lingkungan terdekatmu: keluarga. Aku telah bertemu dengan orang-orang yang menghadapi situasi keluarga yang tidak selalu mudah, hingga ada kalanya mereka tak menemukan alasan untuk berpulang: ke keluarga mereka sendiri. Namun aku juga tahu, bahwa membandingkan kehidupanmu dengan kehidupan mereka tidaklah bermakna. Cukuplah aku berfokus pada sudut pandangmu sebagai seorang anak-anak, dan berintrospeksi bahwa terkadang kehidupan orang dewasa tidak selalu menjanjikan perspektif yang lebih jernih. Seringkali aku menemukan orang dewasa yang justru memperkeruh jiwanya sendiri dengan berbagai kondisi hatinya yang tidak sehat -dan memilih untuk membiarkan dan tetap berada pada kondisi hati tersebut-, termasuk diriku sendiri. Dan tatapan polosmu juga membuatku menjadi lebih tenang karena itu mengingatkanku untuk dapat menjalani kehidupan dengan lebih tulus dan murni, agar dapat menangkap keindahan di balik perjalanan yang sedang dilalui.
Dan, kau juga mengingatkanku, pada sebaik-baik rumah untuk berpulang. Terima kasih, ya, Dek.
Comments